Kaya vs Sejahtera
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat bertemu kembali dengan saya, Azer, pada pelajaran tentang ‘Konsep Kesejahteraan dalam Koperasi’ dengan topik ‘Sejahtera vs Kaya”.
Pada pelajaran kali ini, kita akan membandingkan antara sejahtera sebagaimana yang telah kita pelajari sebelumnya dengan kaya. Meskipun saya telah menyebutkan bahwa kekayaan itu tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan, tapi sebenarnya di mana letak pembeda antara keduanya.
Menjadi kaya atau sejahtera?
Sebagian dari kita mungkin bertanya, apa bedanya kaya dengan sejahtera?
Mungkin selama ini kita beranggapan bahwa kaya dan sejahtera itu hakekatnya sama saja. Hidup senang, bisa beli apa saja, bisa berlibur ke mana saja, tak kekurangan duit, atau bentuk kesenangan lainnya.
Atau kita berfikir, bagaimana kita bisa sejahtera kalau tidak kaya. Bagaimana bisa hidup senang kalau tidak punya harta yang banyak. Bagaimana kita bisa hidup tenang jika sering dikejar-kejar pengih hutang, dsb.
Tapi apa bener begitu?
Jika anda sudah mengikuti dan memahami 3 pelajaran sebelumnya, saya yakin anda bisa menjawabnya. Tinggal sekarang kita membedakan keduanya.
Kaya dan Sejahtera adalah 2 kondisi yang berbeda. Kaya belum tentu sejahtera dan sebaliknya sejahtera juga belum tentu sangat kaya.
Kalau sejahtera adalah kemampuan dalam memenuhi setiap kebutuhan sesuai nilai diri dalam masa tertentu. Nah, tentang ‘masa tertentu’ ini belum saya jelaskan di pelajaran sebelumnya. Misalnya gini, kita masih pakai contoh si Bedu dan si Bejo. Si Bedu dan si Bejo masing-masing punya uang 100 juta. Dan untuk memenuhi kebutuhannya, si Bedu menghabiskan 5 juta per bulan, sedangkan di Bejo membutuhkan minimal 20 juta tiap bulan untuk kebutuhan dan gaya hidupnya.
Maka dari contoh kasus ini, si Bedu jauh lebih sejahtera karena dengan duit 100 juta yang sama nilainya dengan punya si Bejo, tapi dia bisa lebih lama bertahan hidup dari si Bejo. Dengan duit segitu, si Bedu bisa bertahan hingga 20 bulan sedang si Bejo hanya 5 bulan.
Selanjutnya, sedangkan kaya, artinya secara umum adalah memiliki harta atau aset yang banyak. Anda akan disebut orang kaya oleh tetangga anda jika, misalnya, anda menempati rumah besar dan bagus, mobil anda banyak, dan penampilan anda parlente, fashionable, atau trendy.
Tapi kita sama-sama mengetahui rumus akuntansi kan, bahwa HARTA = MODAL + HUTANG. Berarti salah satu komponen utama untuk memiliki harta yang banyak sehingga menjadi kaya itu adalah HUTANG. Jadi kalau mau kaya, tinggal perbanyak hutang aja kan… hahaha…
Saya beneran serius mengatakan ini! Ini benar-benar faktual!
Tidak sedikit di antara kita, menumpuk hutang untuk hal-hal yang sekedar memenuhi keinginan akibat dari persepsi diri kita atas kehidupan orang lain.
Kita melihat tetangga yang punya mobil baru, pikiran kita jadi kacau, dan terus-terus berfikir untuk bisa segera ganti mobil juga. Padahal mobil kita seringnya hanya terparkir di garasi, katanya biar hemat bensin karena banyak macet jadi naik ojol aja kemana-mana.
Atau anda lihat teman kerja punya HP model terbaru. Anda jadi kepikiran kok bisa dia punya HP baru padahal gaji dia sama aja dengan gaji anda. Akhirnya anda cari-cari brosur lising HP dan kredit HP dah.
Atau contoh-contoh lainnya yang akhirnya membuat anda ingin kelihatan kaya, kelihatan ‘punya’, dan gak mau kalah dengan orang lain. Apakah itu salah? Bagi saya ya nggak lah, hidup kan hidup anda…! Yang dikejar debt collector kan anda juga… hahahaha…
Tapi yang ingin saya sampaikan bahwa ‘penyakit’ seperti ini sudah sangat menggerogoti sebagian besar kita. Untuk terlihat kaya, kita akhirnya mengorbankan kesejahteraan kita, dan berakhir dengan hidup yang tidak tenang.
Selanjutnya…
Kesejahteraan memiliki unsur utama kebahagiaan dan ketenangan. Sedangkan kaya, lebih cendrung melakukan eksploitasi, termasuk diri sendiri.
Nah, kebahagiaan dan ketenangan dengan apa yang kita miliki saat ini, kuncinya adalah keikhlasan dan rasa syukur. Kita ikhlas menerima apapun hasil dari keringat dan kerja keras kita, tentunya setelah kita melakukan ikhtiar semaksimal mungkin. Dan karena itu maka kita bisa merasakan arti syukur yang sesungguhnya. Kita sulit bersyukur jika tidak khotam ilmu ikhlas loh…
Di sisi lain, untuk menjadi kaya, tidak jarang mereka melakukan eksploitasi; mereka tega menggaji buruhnya dengan rendah karena alasan efisiensi, padahal sebenarnya agar keuntungannya tidak berkurang. Bahkan sampai-sampai tak jarang kita mengeksploitasi diri kita sendiri agar bisa terlihat kaya, seperti contoh tadi.
Kesejahteraan itu berfokus pada hakikat kemanusiaan, sedangkan kekayaan itu bermuatan utama pada keserakahan dan ketamakan.
Tuhan menciptakan manusia sebagai mahluk yang mulia dengan keistimewaannya memiliki akal dan fikiran. Kelebihan inilah yang menjadikan manusia berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya. Dan kesejahteraan itu lahir dari bimbingan akal dan fikiran manusia, sehingga kesejahteraan itu tidak akan pernah bisa lepas dari hakekat kemanusiaan itu sendiri.
Beberapa aspek dari hakekat kemanusiaan selain bahwa manusia itu adalah ciptaan Tuhan, juga bahwa manusia itu sebagai kesatuan jiwa dan raga. Kesejahteraan tidak dapat dicapai tanpa memedulikan dua hal ini. Kebutuhan sandang, pangan, dan papan adalah bentuk pemenuhan kebutuhan raga manusia; sedangkan mencukupinya sesuai nilai diri yang disematkan adalah bentuk pemenuhan atas kebutuhan jiwanya.
Selain itu, manusia juga adalah mahluk sosial, di mana seluruh kebutuhan manusia tidak mungkin dapat dipenuhi secara mandiri, manusia membutuhkan manusia yang lain untuk tujuan itu. Ada hubungan pengaruh timbal balik antara manusia secara individu dengan manusia lain secara sosial atau bermasyarakat.
Belum lagi kita berbiara tentang aspek-aspek lainnya; seperti manusia sebagai mahluk berbudaya, mahluk susila, dan mahluk beragama. Kesemua aspek ini tidak akan pernah lepas tentang penciptaan kesejahteraan dalam kehidupan manusia.
Di sisi lain, saat manusia sudah terjerumus dalam kecintaan pada harta benda dan kekayaan, maka tak jarang manusia meninggalkan akal dan fikirannya. Kemanusiaannya pun dikendalikan oleh hawa nafsu. Begitu pula, Harta dan kekayaan ini sangat bersahabat karib dengan ketamakan dan keserakahan. Itulah kenapa, kalau dalam Islam, Allah menjanjikan ganjaran pahala yang sangat besar bagi orang kaya yang dermawan. Bahkan dalam sebuah hadis menyebutkan bahwa orang-orang kaya yang dermawan itu akan diberikan kebebasan untuk memilih 9 dari 10 pintu surga untuk dimasukinya. Bahkan dalam riwayat lain disebutkan bahwa “Sungguh, seandainya anak Adam diberikan satu lembah yang penuh dengan emas, pasti dia akan ingin memiliki lembah yang kedua, dan jika seandainya dia sudah diberikan yang kedua, pasti dia ingin mempunyai yang ketiga. Tidak ada yang dapat menutup perut anak Adam kecuali tanah”.
Ketakutan terbesar orang kaya itu adalah kehilangan atau bahkan berkurangnya harta mereka meskipun secuil. Kadang, mengeluarkan hartanya untuk tujuan berderma pun harus dihitung berapa pengembalian yang bisa didapatkan lagi dari jumlah yang telah dikeluarkan. Setidaknya citra ‘dermawan’ bisa melekat pada dirinya, dan itu ada harga yang harus dikeluarkan.
Pun, Tidak sedikit hubungan kemanusiaan rusak karena gegara harta; adik kakak saling bunuh karena harta, anak yang memperkarakan orang tuanya karena harta, dan contoh-contoh lain yang telah merusak kemanusiaan yang disebabkan karena harta. Ini karena harta tidak memiliki kerabat, saudara, sahabat; kecuali keserakahan dan ketamakan.
Maka untuk menjadi individu yang sejahtera melalui kekayaan, kita harus menggunakan harta sebagai alat untuk mencapainya, bukan sebagai tujuan untuk dicapai.
Nah, demikianlah pelajaran untuk topik kali ini. Sampai bertemu di pelajaran selanjutnya. Terimakasih.