Antara Idealita dan Realita
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat bertemu kembali dengan saya, Azer, pada pelajaran tentang ‘Konsep Kesejahteraan dalam Koperasi’ dengan topik ‘Antara Idealitas dan Realitas”.
Pelajaran kali ini akan membantu kita untuk lebih mudah dalam menetapkan nilai diri kita sebagai dasar dalam melakukan pemenuhan kebutuhan.
Dalam kehidupan kita, tidak akan luput dari 2 dimensi kehidupan, yaitu Dimensi Idealitas dan Dimensi Realitas. Kedua dimensi ini sangat berpengaruh pada kondisi penciptaan kesejahteraan kita, maka kita harus memahaminya juga, seperti memahami antara Needs dan Wants.
Dimensi Idealitas adalah kehidupan yang kita kehendaki, yang kita angan-angankan, atau yang kita cita-citakan. Sedangkan Dimensi Realitas adalah kehidupan kita yang senyatanya.
Saya contohkan begini. Ini garis idealitas. Pada kondisi ini, misalnya kita menghendaki atau mengangan-angankan memiliki; rumah mewah, mobil mewah, wisata luar negeri, suami atau istri yang cakep, dan jabatan tinggi.
Dan ini adalah garis realitas. Yang kenyataannya kita; rumah masih ngontrak, naik mobil pake ojol, boro-boro wisata luar negeri – pulang kampung aja rempong, masih jomblo, dan masih nganggur.
Nah, kedua dimensi ini keliatannya sangat timpang. Jauh sekali bedanya. Banyak orang yang justru hidup lebih banyak di kehidupan idealitas tapi melupakan realitas hidupnya. Misalnya, impiannya punya mobil tapi tidak bisa nyetir dan tidak punya SIM. Atau dia pengen punya bini cantik tp dianya jelek, kere dan pengangguran. Dia mungkin gak tau kalau perawatan cewek cantik itu mahal.
Nah, antara garis idealitas dan realitas ini ada selisih yang dinamakan GAP. Semakin jauh gap ini, maka semakin sulit kita mencapai kesejahteraan. Karena kesejahteraan itu tercapai saat kehidupan idealitas dan realitas kita bertemu. Setidaknya, ketimpangan di antara keduanya ini tidak terlalu jauh jaraknya.
Oleh karena itu diperlukan Dimensi yang ketiga, Dimensi Fleksibilitas, yaitu di mana kita dituntut untuk lebih luwes dalam mengkompromikan kedua dimensi tadi, agar gapnya tidak terlalu jauh dan menciptakan ketimpangan.
Ada 3 cara yang bisa kita lakukan untuk mengurangi ketimpangan ini, bahkan bisa mempertemukan kedua garis ini sampai bisa klop, yaitu:
Cara pertama, garis idealitas kita ini yang diturunkan biar sama dengan garis realitasnya. Misalnya, angan-angannya punya rumah mewah, diganti dengan cukup rumah ngontrak ajalah.
Cara kedua, garis realitas yang diungkit dan didorong ke atas agar bisa mencapai garis idealitas. Misalnya, bercita-cita memiliki jabatan tinggi di perusahaan, maka kita yang tadinya masih nganggur akan berusaha sekuat-kuatnya untuk mendapatkan pekerjaan, dan menyalurkan seluruh kemampuan kita untuk berkarya dalam memajukan perusahaan itu. Atau kalau mau jalan pintasnya, kita bisa buat perusahaan kita sendiri, kemudian menjadi CEOnya, dan berusaha membuatnya menjadi perusahaan yang bonafid.
Cara ketiga, mengkompromikan kedua garis ini dengan cara menurunkan garis idealitas ke posisi yang lebih realistis dengan kehidupan kita di garis realitas. Sekaligus mengungkit garis realitas kita ke atas. Misalnya, angan-angan kita punya mobil mewah tapi realitasnya kita blm tau nyetir, gak punya SIM, dan selama ini masih numpang ojol.
Maka kita turunkan garis idealitas ini menjadi cukup bisa punya mobil Avanza, misalnya, kemudian di garis realitas, kita sambil belajar nyetir dan buat SIM. Sambil itu kita cari cara untuk menambah penghasilan dan nabung untuk bisa punya mobil bekas. Kemudian kita daftar jadi driver ojol, dan di sela-sela waktu kita ngojol dan hasil ngojol jg ditabung lagi.
Nah, di posisi ini, garis idealitas dan realitas kita sudah bertemu. Anda bisa rasakan betapa bahagianya kita jika angan-angan atau cita-cita kita tercapai kan?
Di posisi inilah, kita bisa menaikkan lagi garis idealitas kita, sambil diikuti oleh garis realitas kita. Dan jika ini terjadi, hidup itu akan sangat membahagiakan, karena kita tau apa yang kita butuhkan sekaligus kita inginkan.
Dari ketiga cara ini, saya merekomendasikan cara ketiga. Mungkin cara kedua juga sangat bagus, tapi butuh effort lebih banyak. Khawatirnya, di tengah jalan anda malah terganjal dan jatuh, itu menyakitkan. Iya kalau anda kuat, kalau tidak? Kan berabe juga, karena kalau anda tidak kuat maka untuk bangkit lagi itu jauh lebih sulit.
Saya tidak merekomendasikan cara pertama. Karena ini sama saja dengan mengubur cita-cita kita. Cita-cita atau meskipun sekedar angan-angan saja, dapat memacu motivasi dan menciptakan semangat. Saya bahkan menganjurkan untuk kita menggantungkan cita-cita setinggi langit, seperti kata pepatah kan! Karena meskipun kita jatuh dari cita-cita itu saat kita terbang menggapainya, paling tidak jatuhnya nyangkut di pohon. Tapi kalau cita-citanya aja hanya setinggi pohon, saat jatuh ya langsung ke tanah, rasanya lebih menyakitkan.
Ok, alhamdulillah kita sudah menyelesaikan pelajaran ini, sampai bertemu lagi di pelajaran selanjutnya. Terima kasih.